Unggulan
As Long as the Lemon Trees Grow
Saya selalu tertarik dengan buku-buku yang punya muatan budaya dan sosial. Rasanya kayak diajak jalan-jalan ke tempat yang belum pernah saya kunjungi, sambil ngintip kehidupan masyarakat di sana.
Itu sebabnya saya cukup antusias saat mulai membaca As Long as The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh. Latar ceritanya di Suriah, saat perang saudara tahun 2011. Apalagi sekarang sedang banyak konflik dunia seperti Palestina-Israel atau Rusia-Ukraina, membaca soal perang jadi terasa makin relevan.
Tapi ternyata, ekspektasi saya agak meleset. Saya pikir ceritanya akan lebih banyak menggali sisi budaya dan konflik sosial. Ternyata fokusnya lebih ke drama percintaan antara dua tokoh utama, yaitu Salama dan Kenan. Jadinya agak kecewa bacanya, dan saya memang kurang suka novel romansa.
Tentang bukunya
Salama adalah perempuan 18 tahun yang memiliki latar belakang farmasi yang terpaksa menjadi dokter bedah di rumah sakit akibat perang. Ia tinggal bersama Layla, kakak iparnya yang sedang hamil. Layla adalah satu-satunya keluarga yang tersisa.
Di tengah kekacauan perang, Salama bertemu dengan Kenan, pria yang ternyata sempat hampir dijodohkan dengannya sebelum perang meletus. Hubungan mereka tumbuh, dan mereka beserta keluarganya berencana kabur ke Jerman dengan naik perahu.
Kesan saya saat membaca
Baca novel ini terasa cepat, mungkin terlalu cepat. Perpindahan antar adegan membuat emosi saya nggak sempat larut. Misalnya, baru saja Salama panik melihat korban perang, tiba-tiba suasananya berubah jadi romantis karena Kenan datang menenangkan. Begitu terus: panik, senang, lalu panik lagi. Jadi agak melelahkan diikuti.
Ada satu bagian yang menurut saya sebenarnya sangat potensial, tapi dilewatkan begitu saja (spoiler alert—stop di sini kalau nggak mau baca). Ternyata Layla yang selama ini tinggal bersama Salama sebenarnya sudah meninggal, dan hanya halusinasi. Padahal bagian ini bisa digali lebih dalam, soal trauma, kesepian, bahkan gangguan psikologis akibat perang. Tapi setelah syok tahu bahwa kakaknya itu sebenarnya nggak ada dan selama ini dia tinggal sendiri, malah langsung berpindah ke adegan Salama tidur bareng Kenan. Sayang sekali.
Fokus utama novel ini sepertinya memang membangun chemistry antara Salama dan Kenan. Adegannya penuh dinamika: bertemu, berpisah, deg-degan, sedih, lalu bertemu lagi. Karena terlalu panjang, saya jadi merasa bosan. Justru saya lebih tertarik pada bagian yang lebih menegangkan, kayak apakah mereka berhasil kabur dari Suriah atau tidak.
Kesimpulannya, menurut saya, novel yang viral di TikTok ini memang ditujukan untuk pembaca dewasa muda yang sedang menikmati cerita cinta. Hehe.
Walaupun saya kurang suka ceritanya, tapi banyak sekali yang menyukai buku ini. Novel ini sudah diterjemahkan ke 21 bahasa dan memenangkan berbagai penghargaan. Oh ya, saya membaca versi terjemahan Bahasa Indonesia dari Mizan. Untungnya, hasil terjemahannya nyaman dan enak dibaca.
Kalau kamu suka novel percintaan dengan latar belakang perang, mungkin ini cocok untuk kamu. Tapi kalau lebih suka novel dengan bobot konflik sosial dan psikologis yang lebih dalam, sebaiknya cari buku lain.
Postingan Populer
Anak Gembala yang Tertidur Panjang di Akhir Zaman
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar