Mori Ogwai: Great Short Stories from Around the World Langsung ke konten utama

Unggulan

The Joy Luck Club

Dok. Pribadi Belakangan ini, saya lagi keranjingan membaca karya-karya Amy Tan . Rasanya ada sesuatu yang begitu kuat dalam cara dia bercerita, terutama tentang hubungan keluarga dan budaya. Jadi, ketika tahu kalau novel pertamanya, The Joy Luck Club (1989), jadi finalis untuk berbagai penghargaan bergengsi seperti National Book Award dan National Book Critics Circle Award, saya langsung penasaran ingin membacanya. Novel ini mengisahkan kehidupan empat ibu imigran Tionghoa-Amerika yang tinggal di San Francisco dan membentuk kelompok bermain mahjong bernama The Joy Luck Club . Lewat kelompok ini, cerita hidup mereka—dan anak-anak perempuan mereka yang lahir dan dibesarkan di Amerika—mulai terungkap. Kisah dibuka dengan meninggalnya Suyuan Woo, salah satu anggota kelompok mahjong. Anaknya, Jing-mei Woo, harus menggantikan posisi ibunya dalam kelompok. Tapi ada satu kebenaran mengejutkan yang terungkap di tengah cerita: Suyuan ternyata memiliki dua anak lain dari pernikahan sebelumnya ya...

Mori Ogwai: Great Short Stories from Around the World

Rasanya saya belum pernah membaca karya sastra Jepang selain Haruki Murakami. Namun, saat browsing buku bekas di marketplace, saya menemukan karya Mori Ogwai. Setelah tahu bahwa dia adalah salah satu penulis Jepang modern pertama, saya jadi penasaran dan memutuskan untuk mencoba membaca. Lagipula harganya sangat terjangkau, yaitu Rp30 ribu!

Buku ini tipis, hanya berisi tiga cerita pendek karya Ogwai, yang lahir pada 1862 dan wafat pada 1922. Awalnya, saya ragu untuk membacanya karena perbedaan masa yang begitu jauh. Saya khawatir gaya bahasa dan setting ceritanya akan sulit dipahami.  

Ternyata, buku terjemahan Inggris ini sudah banyak disesuaikan. Kalimat panjang dipersingkat, istilah kuno diganti dengan yang lebih relevan, dan bagian cerita yang terlalu panjang juga diringkas.  

Cerita pertama, Takase Bune, mengisahkan percakapan antara seorang narapidana dan sipir penjara dalam perjalanan menuju penjara. Narapidana itu bercerita tentang pembunuhan yang dilakukannya. Namun, cerita itu tidak seperti yang dibayangkan oleh sang sipir. Bahkan, narapidana tersebut merasa lega masuk penjara karena tidak perlu lagi khawatir soal biaya hidup di luar.  

Cerita kedua, Hanako, berkisah tentang Auguste Rodin, seorang seniman yang bertemu Hanako, model asal Jepang yang bersedia berpose telanjang untuknya. Meski banyak yang menganggap Hanako biasa saja, Rodin justru melihat kekuatan yang unik dalam otot-ototnya, sesuatu yang membuatnya spesial di mata sang seniman.  

Cerita terakhir, The Pier, mengisahkan seorang istri yang ditinggal pergi suaminya yang berlayar. Saya nggak akan membahas cerita ini secara detail, karena menurut saya terlalu banyak narasi sehingga sedikit membosankan. Hehe.

Dari ketiga cerita tersebut, saya paling suka yang pertama. Namun secara keseluruhan, saya merasa agak kecewa membaca karya Ogwai ini. Bukan karena ceritanya buruk, tetapi karena gaya penceritaannya sudah banyak diubah jadi saya nggak dapet sense penulis aslinya. Membaca buku ini rasanya seperti membaca teks business writing—langsung ke inti dan menggunakan plain language yang bisa dimengerti anak sekolah dasar, tapi kehilangan rasa sastra yang seharusnya lebih kaya dan mendalam.

Misalnya seperti ini:

Kisuke was thin and pale. The private found him quite frank and quick to obey. He showed respect for Shobei as an officer of the government. The prisoner Kisuke did not cause trouble in any way. The man seemed truly agreeable. And he did not appear to be putting on an act as many criminals did.

Kalimat yang pendek-pendek itu bikin lebih cepat capek dibacanya, karena belum apa-apa saya sudah harus berhenti. Rasanya kayak naik motor di jalanan kabupated yang tiap meter ada polisi tidurnya! Selain itu, tidak ada analogi, majas, atau apa gitu yang bisa 'membumbui' cerita ini. Entah ini memang gaya penulisannya Ogwai atau hasil editing penerbitnya.

Mungkin saya akan mencoba membaca karya lain dari Ogwai, tapi tidak terbitan Golden Books Centre dari Kuala Lumpur yang menerbitkan buku ini. Siapa tahu adaptasinya lebih enak dibaca.

Komentar

Postingan Populer