Antarkota Antarpuisi Langsung ke konten utama

Unggulan

The Joy Luck Club

Dok. Pribadi Belakangan ini, saya lagi keranjingan membaca karya-karya Amy Tan . Rasanya ada sesuatu yang begitu kuat dalam cara dia bercerita, terutama tentang hubungan keluarga dan budaya. Jadi, ketika tahu kalau novel pertamanya, The Joy Luck Club (1989), jadi finalis untuk berbagai penghargaan bergengsi seperti National Book Award dan National Book Critics Circle Award, saya langsung penasaran ingin membacanya. Novel ini mengisahkan kehidupan empat ibu imigran Tionghoa-Amerika yang tinggal di San Francisco dan membentuk kelompok bermain mahjong bernama The Joy Luck Club . Lewat kelompok ini, cerita hidup mereka—dan anak-anak perempuan mereka yang lahir dan dibesarkan di Amerika—mulai terungkap. Kisah dibuka dengan meninggalnya Suyuan Woo, salah satu anggota kelompok mahjong. Anaknya, Jing-mei Woo, harus menggantikan posisi ibunya dalam kelompok. Tapi ada satu kebenaran mengejutkan yang terungkap di tengah cerita: Suyuan ternyata memiliki dua anak lain dari pernikahan sebelumnya ya...

Antarkota Antarpuisi

Saya bukan pecinta buku puisi. Bagi saya, selain isinya seiprit, puisi kadang sulit dinikmati. Apalagi bagi saya, baca buku itu bentuk hiburan, bukan untuk mikir lagi. Selain itu, puisi itu seperti kutipan, enak dinikmati sepotong saja dan hanya bergema di hati jika kondisi sedang merasakan hal yang sama.


Antarkota Antarpuisi dari Beni Satryo, Penerbit Banana

Meski saya kurang suka puisi, saya beli buku di atas. Penyebabnya tak lain adalah karena penulis, Beni Satryo, adalah teman saya. Pastinya saya dukung karya teman. Selain itu, saya pernah baca petikan-petikan puisi Beni, dan saya suka.

Antarkota Antarpuisi adalah kumpulan puisinya yang kedua. Di buku ini terdapat 40 puisi, tebalnya sekitar 94 halaman. Bukunya sederhana, tidak ada pengantar, tidak ada testimoni dari penulis puisi lain, dan tidak ada deskripsi penulis yang berlebihan. Hm, mengingatkan saya pada sosok Beni yang orangnya memang enggan ribet.

Bisa dilihat dari judul bukunya, Beni seringkali bermain kata plesetan dan menggunakan kata-kata seperti "krucuk-krucuk", "ngjulungup" atau "gujes-gujes". Jadi, banyak hal-hal lucu di dalam puisinya. Ia juga banyak terinspirasi dari benda-benda yang ada di sekelilingnya seperti es dawet, air kobokan, warteg, atau motor Astrea. Hal yang menarik adalah ia juga terinspirasi oleh benda-benda yang kadang dilihat selewat atau dianggap tidak penting, seperti daki bercampur balsam di uang koin.


Masuk angin

Ketika kau masuk angin, 

kau akan menemukan diriku

menjelma gumpalan daki bercampur balsam di ujung uang koinmu.


Dan pada jeda-jeda sendawa

kita akan membangun lintasan-lintasan senja

pada cinta kita yang mulai renta." (Masuk Angin, hal 76)


Puisi-puisi Beni umumnya bertema kehidupan seperti cinta, keluarga, atau diri yang kesepian. Puisi-puisinya juga menggunakan kata-kata yang sederhana, mudah dinikmati. Meski demikian, kadang ada saja puisi yang harus dibaca ulang oleh saya, atau bikin saya mikir "ini maksudnya apa ya?"

Di buku ini, banyak puisi yang saya suka seperti Siomay, Lemari, atau Mokah. Hal yang paling saya suka dari karya Beni adalah ia bisa menulis puisi pendek tapi kesannya sangat mendalam. Seperti di bawah ini:


Bertamu ke kuburan ayah

Aku bertamu ke kuburan ayah.

Memohon doa restu.


"Kemarin kemisikinan datang ke rumah," kataku.


"Ia melamar ibu." (hal 6) 


Oh ya, buku puisi pertama Beni yaitu Pendidikan Jasmani dan Kesunyian pernah menjadi masuk Kusala Sastra Khatulistiwa Nominasi Puisi 2016. Puisi-puisinya juga digemari oleh orang-orang ternama seperti Eka Kurniawan, Dian Sastro, dan Najwa Shihab yang bisa dilihat di Instagram-nya.

Hehe, hebat kau, Ben!

Buat teman-teman yang mau cari buku puisi yang manis, bikin tertawa, bikin meringis, dan tidak perlu energi ekstra dalam memahaminya, saya rekomendasikan beli buku Antarakota Antarpuisi ya. Selamat menikmati!

Komentar

Postingan Populer