Langsung ke konten utama

Unggulan

Menggali Ajaran Kebijaksanaan dalam Chadō

Siapa di sini yang suka minum teh? Di Indonesia, teh seringkali dinikmati saat menjamu tamu atau sebagai penghilang dahaga sehabis makan. Di warung nasi, pengunjung biasanya menikmati teh kental, pahit, tanpa pemanis, dan dicampur dengan bahan tertentu seperti melati atau vanila. Dok. Pribadi Di Jepang, teh mendapatkan perhatian yang khusus. Untuk meminumnya saja ada serangkaian upacara yang mengiringinya, atau biasa disebut chadō . Rangkaian upacara ini bersifat rigid, artinya sejumlah aturan yang harus dipenuhi. Misal, tamu harus memakai baju kimono, di dalam ruangan harus ada hiasan dinding (kaligrafi tulisan kanji) dan bunga, teh harus disajikan tanpa terburu-buru, dan lainnya. Segala 'keribetan' itu bukan tidak ada maksud, malah ada makna yang relevan dengan zaman modern. Itulah yang dibahas di buku Menggali Ajaran Kebijaksanaan dalam Chadō dari Syaraf Maulini. Misalnya, pakaian kimono yang membatasi ruang gerak pemakainya, mengartikan bahwa kita hidup dalam bermasyarakat

For the Love of Tea

Saat Idulfitri lalu, saya mendapatkan parsel dari teman saya. Isinya adalah teh dan buku dari Havilla Tea, sebuah produsen gourmet tea. Saya senang sekali menerimanya, apalagi di dalamnya ada sebuah buku yang ditulis oleh Neysa Valeria, teapreneur & tea specialist dari Havilla Tea. Wah, kebetulan saya pengin banget baca buku teh Indonesia dan penasaran juga sama isinya. 

Bersanding dengan teh oolong dari Gunung Halimun.

Kesan pertama dari buku ini adalah cantik sekali! Kalau bukunya besar dan hard cover, cocok sebagai coffee table book. Isinya dicetak penuh warna, foto-fotonya cantik (dan ternyata sebagian besar foto di buku ini adalah karya Neysa), dan ilustrasinya juga bagus. Selain itu, font tulisannya cukup besar dan lumayan renggang, jadinya tidak bikin mata lelah.

Menurut saya, tema teh itu sangat segmented. Paling orang-orang yang berminat aja yang membaca. Namun buku ini bisa menarik perhatian orang-orang yang kurang minat dengan teh. Selain itu, tulisannya mudah sekali dicerna, jadi enak untuk dibaca oleh orang awam.

Tidak hanya memaparkan teori tentang teh, Neysa juga bercerita tentang pengalamannya belajar teh dengan memakai sudut pandang "aku". Jadinya, buku ini lebih hidup, personal, dan bikin pembaca merasa dekat. Penggunaan kata "aku" daripada "saya" juga membuat buku ini terkesan manis.

Banyak pengetahuan yang didapat

Cara seduh teh dengan benar? Oh, saya sudah tahu. Perbedaan green tea, white tea, black tea? Oh, saya juga tahu lah dikit-dikit. Namun, di buku ini, banyak sekali pengetahuan yang didapat yang sangat relate dengan keseharian.

Misal, dalam grading teh hitam, saya sering mendengar istilah orange pekoe. Ternyata istilah ini berasal dari campuran bahasa Mandarin dan Belanda. Orange atau oranje merupakan nama awal kerajaan Belanda, yaitu Orange-Nassau. Pada saat itu teh hanya keluarga kerajaan yang dapat menikmati teh hitam terbaik pada masanya. Sedangkan Pekoe berasal dari bahasa Mandarin, yaitu berarti lidah burung. Sebab, pucuk teh memiliki bentuk seperti lidah burung.

Saya juga baru tahu kalau teh-teh yang sering kita temui di hotel-hotel seperti Earl Grey merupakan campuran teh hitam dengan bergamot oil. Sedangkan English Breakfast adalah campuran teh hitam pekat (umumnya 2-3 origin yang berbeda). Pantas saja selama ini saya merasa teh ini pahit sekali! Tujuan tehnya memang untuk diminum ala Inggris, yaitu teh dicampur dengan susu.

Terakhir, tentunya buku ini membahas Flavor Wheel. Ini merupakan grafis sebagai panduan untuk mempelajari dan mendeskripsikan spektrum aroma dan rasa pada teh. Tehnya beraroma nutty? Nah, nutty yang mana dulu nih? Ternyata banyak variannya seperti almond, chesnut, pine nuts, walnut, roasted nuts. Aroma dan rasa inilah hal yang paling kurang saya pahami. Sepertinya saya harus ikutan kelas tea tasting untuk melatih lidah dan penciuman.

Di bagian belakang buku ada resep-resep menggunakan teh, seperti campuran teh (tea blend) untuk diminum, sebagai bahan masakan, atau bahkan sebagai masker wajah. Wah, pokoknya patut dicoba!

Kalau kamu ingin tahu tentang teh atau mau memberi kado kepada orang yang tertarik dengan teh, saya merekomendasikan buku ini. Bukunya menarik dan mudah dipahami. Saya saja hanya menghabiskan waktu dua hari untuk bacanya.

Semoga buku teh Indonesia seperti ini semakin banyak dibaca, banyak dikenal, sehingga teh Indonesia tak hanya sekadar penghilang dahaga, tetapi lebih diapresiasi oleh bangsanya. 

Komentar

Postingan Populer