Tempat Paling Liar di Muka Bumi Langsung ke konten utama

Unggulan

Dawuk

Dari sekian banyak buku yang saya baca di pertengahan tahun ini, akhirnya ketemu juga yang seru dan bikin saya jatuh hati! Judulnya Dawuk karya Mahfud Ikhwan. Ceritanya berawal dari sosok Warto Kemplung yang, di sebuah warung kopi, berkisah tentang Mat Dawuk—seorang “buangan” berwajah buruk rupa yang menikahi Inayah, wanita cantik tapi bengal. Pernikahan mereka justru berujung pada tragedi ketika Inayah sedang mengandung. Karena saya ingin kalian membacanya sendiri, segitu dulu ya bocoran ceritanya. Hehe. Latar kisah ini adalah desa fiktif bernama Rumbuk Randu . Waktunya berada di era 70–80-an. Nuansanya terasa sangat “Indonesia” dengan bumbu cerita pendekar yang punya kekuatan mistis—mulai dari bisa menghilang hingga tetap hidup meski dikeroyok. Saya kagum dengan kemahiran Mahfud bercerita dari berbagai sudut pandang—Warto Kemplung, seorang jurnalis, hingga warga desa—dengan perpindahan yang mulus dan tidak membingungkan. Kosakatanya juga kaya sekali, sampai saya sering menemukan kat...

Tempat Paling Liar di Muka Bumi

 

Ingat puisi, ingat kawan saya, Theoresia Rumthe. Saya kenal Theo, panggilan akrabnya, saat di Reading Lights Writer's Circle. Karya-karyanya itu sangat menggambarkan sosok Theo: manis dan puitis. Saya juga sering mengunjungi blognya yaitu Perempuan Sore. Bagi saya, puisi-puisinya sangat mudah dinikmati tanpa perlu mengerenyitkan dahi

Dari dulu, puisi-puisi Theo selalu menyuarakan napas yang sama: mencintai seseorang dengan berani, tanpa malu, tanpa ampun, dan liar. Di buku-nya, "Tempat Paling Liar di Muka Bumi", Theo menulis bersama kekasihnya yaitu Weslly Johannes.  Sebelum melihat karya fisiknya, saya suka melihat mereka bersahut-sahutan puisi di media sosial.

Kedua puisi mereka tidak luput dari keindahan Maluku, tempat tinggal mereka. Tidak banyak, tetapi beberapa kali ada unsur pulau, Yamdena, dan laut yang ada di puisinya. Terbayang enggak sih mencintai seseorang di tempat nan indah seperti itu? Puitis sekali pastinya.

Buku puisinya diilustrasikan oleh Lala Bohang yang mampu menggambarkan isi puisinya, seperti gambar di atas. Belum lagi kata-kata dari Wesley yang menurut saya singkat tapi ngena sekali. Dan, punggung. Ya, punggung. Tampaknya punggung bermakna sekali buat mereka karena ini berkali-kali muncul. 

Bagi saya, memeluk orang dari belakang itu menyentuh sekali artinya. Kita ingin melindungi mereka, memberi rasa nyaman, menyampaikan rindu, tidak melulu bersifat erotis. Namun semata-mata kita ingin menunjukkan kasih sayang.


Saya jarang sekali bisa menikmati puisi, apalagi yang penuh metafora sampai-sampai tidak mengerti. Saya juga tidak mengerti teknik-teknik membuat puisi. Bagi saya membaca puisi itu seperti melihat karya seni. Kalau kesannya sampai di hati, barulah karya tersebut bermakna buat saya.

Dan karya Theo dan Weslly inilah sampai di hati saya. Puisi-puisinya sangat mudah dinikmati. Selain itu, mereka bisa membuat pembacanya untuk mencintai seseorang dengan lepas dan bisa bermain-main di tempat liar, seperti matanya ... atau pungungnya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer